Friday, 2 November 2012

Berhala Duniaku


Sudah lima jam aku menanti kamu. Kamu berjanji untuk menjemput aku malam ini kan? Kamu lupa atau kamu melupakan aku ya? Sesungguhnya aku kecewa, kenapa aku terus menerus meratapi kamu yang jauh disana. Sedangkan aku masih mempertanyakan apakah kamu mencintai aku sedikit saja. Seujung kuku. Sudah hampir tiga tahun ini kita terlihat saling mencintai. Kalau saja bapak ibumu lebih menerimaku di rumah kalian, aku akan secepatnya kembali dari Pontianak lalu sebulan sekali akan mengunjungi dan menginap sebentar di kamar adikmu.
Kutinggalkan lamunanku sebentar, lalu kukirimkan pesan dari Blackberryku untukmu. Kulangkahkan kaki ke pub seberang kantorku. Aku meminta kamu untuk menemaniku minum seteguk dua teguk atau berteguk- teguk alkohol malam ini. Lalu, setelah kita tipsy, kau akan menghiburku di kamar. Membicarakan kejadian lucu tadi siang di kantormu, atau hanya menonton tivi sambil tidak peduli satu sama lain, kemudian sibuk mengecek setiap profil facebook teman- teman kita dan membalas twitter dari orang yang tidak kukenal. Walaupun kita hanya bertemu kadang- kadang, tapi rasa sayangku padamu tidak pernah berkurang. Bertambah justru. Apalagi ketika kamu menangis sambil menggenggam ponselmu karena masalah sepele dengan bos atau teman kerjamu, lalu menanyakan kapan kita akan bertemu. Kamu terus mendesak aku mampir ke Jakarta sebulan sekali untuk bertemu. Sekali dua kali kau menangis, aku bisa tahan. Berkali- kali seperti kemarin, aku mau mati rasanya.
Well, aku memang tidak pernah bisa mengerti pikiran kamu. Seringkali kamu terlalu melankolis, menangis tersedu- sedu saat aku meninggalkanmu dua jam untuk bermain billyard dengan teman kantorku. Di saat yang lain, kamu mampu seminggu tak menghubungiku sama sekali. Kamu terlihat tidak peduli. Seperti sekarang ini. Sekarang sudah jam setengah sebelas malam. Orang gila mana yang mau menunggu pacarnya lima jam lebih. Cuma aku. Padahal kamu sering marah- marah kalau aku terlambat dua menit saja. Hei, apakah ini wajar? Mungkin aku terlalu memanjakanmu, membelikan sepatu seharga dua juta saat kamu ngambek, lalu menemanimu pergi ke salon selama tiga jam. Perawatan top to toe. Tapi semua itu terbayar saat kamu tersenyum cantik dengan rambut ikal rapi. Kamu terlihat seperti barbie dengan kulit tanned.
Aku masih menunggu kamu, kuputuskan kalau sampai jam dua belas nanti kamu tidak datang. Aku akan pulang. Dari tadi kuhubungi ponselmu, tapi tak kau angkat- angkat. Apakah aku harus menghubungi ibumu? Tapi setiap dia tau aku menelponmu, dia selalu bilang kamu tidak ada, sedang mandi, sedang makan, sedang tidur, sedang berenang atau belanja. Banyak sekali alasannya. Lagian menghubungi orangtuamu sama saja dengan bunuh diri. Mengiris hati sendiri. Untung saja aku seorang yang optimis. Aku selalu berpikiran bahwa mereka akan menerima hubungan kita nanti.
Ini batang rokokku yang ketujuh. Lama- lama aku bisa menghabiskan satu bungkus untuk menunggumu saja. Begitu mau aku nyalakan, aku melihat kilatan bayanganmu. Hah, itu kamu! Ingin kupeluk rasanya. Kamu datang dengan tersenyum, lalu mencium pipiku. Kau ambil rokok mintku, kau nyalakan, lalu kau hisap asapnya.
"Maaf ya sayang, aku tadi banyak banget kerjaan. Untung kamu orangnya sabar.", katamu sambil tersenyum dan membelai pipiku.
"Lima jam lebih!"
"Sorry, tadi kan aku udah minta maaf..."
Aku hanya mengangkat bahu sambil meneguk alkohol lagi. Kamu hanya tersenyum menatapku. Kalau sudah begini, aku tak mau menatap wajahmu. Aku takut mati. Kamu terlalu cantik.
"Kamu harus bayar lima jam aku. Kemana kita besok? Lusa aku udah harus balik ke Pontianak."
"Hmmm...besok malam aku mau masak buat kamu. Special menu! Gimana?"
"Boleh! Kamu jago ngerayu aku.", kataku sambil menyalakan rokok lagi.
***
Bertemu kamu sebentar saja sudah menjadi candu bagiku. Apa indahnya rindu jika saat merasanya aku menjadi kosong. Kamu adalah berhala bagiku, kusembahyangi dan kupuja. Bukankah jarak menjadi lebih jauh ketika manusia saling jatuh cinta? Kantor kita hanya berjarak dua kilo, tapi dengan perasaan ini, aku berpikir, jarak kita seperti Jakarta- Afrika. Satu malam lagi aku akan berpikir jarak Jakarta- Pontianak akan sejauh Jakarta- Andromeda. Semalam lagi, aku akan kembali ke pekerjaan yang sudah setahun aku tekuni, dan seringkali aku maki. Seringkali aku hanya menutup mata dan berpikir untuk melipat dunia seperti peta, aku dan kamu akan bertemu saat itu.
Kamu akan masak malam ini. Aku yakin seratus persen masakanmu enak, walaupun yakin duaribu persen akan kemanisan. Apalagi saat aku melihat wajahmu. Aku mencintai kamu, terlebih aku mencintai saat menghabiskan waktu denganmu. Satu- satunya yang aku benci adalah waktu. Jam pasir bergerak seribu kali lebih cepat jika kamu di sampingku.
Aku akan memakai kemeja yang waktu itu kau belikan, lalu kusemprotkan parfum maskulin kesukaanmu. Aku berjalan meninggalkan kamar hotelku lalu mencegat taksi. Perasaanku bahagia. Kutinggalkan seratus ribuan untuk Pak Sopir tanpa kembalian. Cepat- cepat aku menuju apartemenmu. Ketika kupencet belnya, satu menit kemudian ratuku datang. Aku disambut oleh bau masakan yang luar biasa.
“Selamat datang di restoran saya. Anda datang di waktu yang tepat. Silahkan memesan menu special hari ini. Ada udang goreng berbalut tepung dengan saus mayonnaise, gurame special dengan saus asam manis. Kangkung cah ekstra pedas dengan telur puyuh.”
“Saya mau semua, please.”, kataku sambil mengecup pipimu.
“Dengan senang hati. Pelanggan adalah raja.”
Lalu kamu sibuk mengatur meja dan mengambilkan nasi dan lauk untukku sambil bersenandung.
“Hari ini aku bakal ngenalin satu orang yang spesial.”, ucapmu sambil tersenyum.
“Oh ya? Siapa?”, tanyaku penasaran. Selama ini kamu tidak pernah mengenalkan seseorang special buatmu.
“Kayaknya sebentar lagi dia datang.”
Tujuh menit berlalu sambil menikmati masakanmu. Ada bel di depan pintu. Kau bergegas untuk menyambut tamu spesialmu. Aku bergegas meninggalkan meja dan menyambut tamu istimewa yang kau janjikan. Kulihat di depan pintu, ada seorang laki- laki tinggi, tampan, dan rapi. Kusodorkan tanganku untuk menyalaminya, tidak sengaja parfumnya tercium, baunya sama dengan parfumku. Sepertinya orang ini benar- benar special. Lalu kau menyebut namanya, dan memperkenalkannya padaku.
“Kenalin, ini Frans, dia itu… pacar aku… jeng jeng jeng…”
Hah? Apa aku tidak salah dengar?
“Frans, ini Jenny, tapi karena dia super duper tomboy begini, aku panggil dia Jay. She is my special best friend ever yang paling sabar sepanjang masa hidup dan mati. Jay, sorry ya, aku mau bikin surprise, jadinya aku ngga cerita- cerita kalau aku lagi deket sama Frans.”
Haha, hanyakah aku yang berpikir bahwa kita saling mencintai. Ternyata kamu terlalu sempurna, terlalu biasa, sama seperti yang lainnya. Aku harus menyiapkan diri untuk tidak menerima telpon ucapan selamat pagi darimu lagi, dan harus bersyukur aku mungkin tidak akan mendengarkan kamu menangis lagi. Kamu sudah menemukan bahu yang lebih kokoh dan kekar.
Selamat malam berhalaku. Ini pertamakalinya aku mengenal kamu dengan sungguh.

-Nia-

0 comments:

Post a Comment

 

I am Nia Template by Ipietoon Cute Blog Design